BBM NAIK; RAKYAT DIBOHONGI DAN DIBIARKAN MENDERITA HANYA DEMI KEPENTINGAN ASING - Publication's State
Headlines News :

TREND DESAIN BLAZER AND JAS JACKET SWEATER

Subscribe me

Pengusaha Muslim, yang senantiasa memperjuangkan tegaknya sistem ekonomi islam
Home » » BBM NAIK; RAKYAT DIBOHONGI DAN DIBIARKAN MENDERITA HANYA DEMI KEPENTINGAN ASING

BBM NAIK; RAKYAT DIBOHONGI DAN DIBIARKAN MENDERITA HANYA DEMI KEPENTINGAN ASING


Pemerintah merencanakan  kenaikan harga BBM per 21 April 2012 mendatang sudah bulat.  Wakil Menteri ESDM Widjajono Partowidagdo bahkan sudah memiliki skenario menaikkan harga BBM premium untuk  setiap tahun hingga menjadi harga pasar pada 2014 mendatang. Yaitu per 21 April 2012 naik menjadi Rp 6.000 per liter, 2013 menjadi Rp 7.000 per liter, dan 2014 menjadi harga pasar sekitar Rp 8.000 per liter. Pemerintah menganggap menaikkan harga BBM adalah cara yang paling rasional dibandingkan dengan membatasi subsidi atau mengkomversi penggunaan BBM ke Gas. Maka dari itu, sebelum kebijakan ini dilaksanakan berbagai argumentasi dan opini dikemukanakan untuk mendukung penaikan harga BBM alias mencabut subsidi. Tak hanya para menteri disibukkan tampil ditelevisi dan media massa, para pakar ekonomi liberalpun dimunculkan, tak terkecuali wakil rakyat pun ikut mengumbar dukungannya.

Pemerintah Bohong
Berikut ini adalah pernyataan-pernyataan bohong dan opini yang menyesatkan demi mendukung kebijkan pemerintah menaikkan harga BBM.
·         Presiden SBY menyatakan pemerintah akan menaikkan harga BBM dikarenakan tidak ada pilihan lain untuk mengatasi melemahnya fiskal negara.
·         Menteri Kordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa ketika membuka Rapat Kerja Kementerian Perdagangan di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (7/3/2012). Menyatakan, “setiap kebijakan yang diambil pemerintah adalah untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia. Dan tugas pemerintah memberikan perlindungan kepada masyarakat yang lemah. Tidak mungkin ada kenaikan BBM tanpa ada perlindungan pada masyarakat miskin yang terkena dampak." bila dana APBN habis tersedot untuk subsidi, maka hal tersebut sama saja dengan tidak tersedianya dana yang cukup untuk beragam bidang vital lainnya seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pertanian. Dan pemerintah akan memberikan kompensasi untuk lebih dari 18,5 juta rumah tangga miskin yang terkena dampak kenaikan harga BBM bersubsidi. "Ingat 70% dari ratusan triliun (subsidi) dinikmati bukan oleh masyarakat kita yang lemah, tetapi yang relatif mampu dan sebagian besar habis di kendaraan roda empat".
·         Dalam kesempatan lain Menko Perekonomian Hatta Rajasa saat memberikan kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP), Sumatera Selatan tanggal 9 Maret 2012, Menurut Hatta, di tengah melonjaknya harga minyak dunia seperti sekarang ini jika dibiarkan tanpa mengerjakan apa pun, dipastikan bakal membahayakan perekonomian nasional. ’’subsidi membengkak, belanja-belanja modal berkurang, biaya kesehatan terpotong, biaya pendidikan terpotong, biaya infrastruktur irigasi pedesaan terpotong semua dilarikan untuk subsidi,’’ .
·         Masih menurut Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Dia mengatakan, menaikkan harga BBM merupakan pilihan terakhir. Menurutnya, persoalan kenaikan BBM bukan merupakan persoalan fiskal semata tapi juga persoalan ekonomi keseluruhan, baik menyangkut kredibilitas APBN , menyangkut “market covidence” (kepercayaan pasar), pasar modal dan semua aspek.
·         Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq menyatakan, kenaikan harga minyak dunia membuat beban subsidi APBN melonjak drastis. Hal itu membuat prediksi harga minyak yang ditetapkan pemerintah jauh di bawah harga minyak dunia. "Inilah alasan kenaikan harga BBM bersubsidi tidak bisa lagi dihindari," kata Luthfi dalam penutupan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) PKS di Surabaya, Ahad (11/3).
·         Manajer Pembangunan Berkelanjutan Bank Dunia untuk Indonesia, Franz R. Drees-Gross menjelaskan, jika pemerintah terus mensubsidi bahan bakar besar-besaran, maka Indonesia kehilangan kesempatan membangun di sektor lain. "Setiap rupiah yang dikeluarkan untuk subsidi BBM, sebenarnya bisa digunakan untuk sesuatu yang lebih berguna," kata Franz di Jakarta, Senin 12 Maret 2012.  Dia menjelaskan, alasan pertama perlunya mengurangi subsidi BBM agar mempunyai lebih banyak uang untuk belanja kebutuhan masyarakat. Anggaran subsidi BBM dapat dialihkan untuk pembangunan jaringan listrik. Sebab masih 75 juta penduduk yang belum terkoneksi dengan jaringan listrik. Jumlah ini yang terbesar dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara. Alasan kedua,  subsidi BBM salah sasaran. Dengan harga BBM murah, justru yang mendapatkan subsidi besar adalah orang yang menggunakan mobil. Bukan penduduk yang selayaknya mendapatkan subsidi, seperti tukang ojek dan sopir Bajaj.  Alasan ketiga, harga minyak mentah internasional yang saat ini terus meroket akan menekan fiskal Indonesia. Tentunya ini membuat anggaran negara menjadi tidak sehat. Alasan terakhir, dalam jangka menengah dan panjang, harga minyak mentah dunia akan terus meninggi, maka Setiap negara harus menyesuaikan harga BBM nya.
Bahkan untuk mendukung kebijakan pemerintah menaikkan BBM, ditingkat daerah sudah mulai melakukan berbagai propaganda lain, seperti yang dilakukan oleh Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Mulai Jumat (16/3/2012), mereka diwajibkan ‘berdakwah’ dari masjid ke masjid untuk memberikan himbauan agar masyarakat tidak mudah tersulut emosinya. Menurut Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak AKBP Anom Wibowo, 100 personelnya ini adalah anggota pilihan yang lulus tes keagamaan dan psikologi. Tugas mereka harus bisa menyampaikan pesan damai menjelang rencana kenaikan BBM. Dari kalangan liberal pun mulai muncul, seperti yang dilakukan oleh freedom institute yang dipimpin oleh Rizal Mallarangeng, dengan mengiklankan diri sebagai pendukung kebijakan pemerintah dan didukung oleh 36 tokoh intelektual indonesia.
Manis Tapi Menyesatkan

Pemerintah secara bertahap akan menghapus berbagai komponen subsidi bagi rakyat. Pemerintah bersama lembaga pendukungnya telah menyampaikan berbagai alasan ’manis’ agar masyarakat dapat menerima kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi. Beberapa alasan tersebut perlu dicermati karena berpotensi menyesatkan pola pikir masyarakat.

Pertama, subsidi BBM dianggap telah membebani APBN, sehingga secara bertahap subsidi akan terus dikurangi. Alasan ini sebenarnya sangat ganjil, karena memberikan subsidi bagi rakyat sebenarnya memang merupakan kewajiban negara dalam menjalankan fungsinya. Di samping itu, jika dicermati dalam APBN 2012 justru yang menjadi beban utamanya adalah pembayaran cicilan bunga utang dan pokoknya, bukan subsidi BBM.

Dibandingkan dengan APBN-P 2011, pada APBN 2012 subsidi energi mengalami penurunan signifikan yaitu turun sebesar Rp. 26,7 trilyun atau turun 13,7 persen, sementara pembayaran utang meningkat signifikan yaitu naik sebesar Rp. 16,4 trilyun atau naik 10,6 persen. Artinya, pengurangan subsidi bagi rakyat dalam APBN 2012 itu dialihkan pada penambahan pembayaran utang khususnya utang luar negeri. Padahal subsidi energi tersebut merupakan stimulus utama perekonomian rakyat yang jumlahnya saat ini mencapai 259 juta jiwa.

Berdasarkan data-data ini terlihat beban utama APBN sebenarnya bukan karna adanya subsidi energi sehingga perlu dikeluarkan kebijakan menaikkan harga BBM. Namun yang menjadi beban utamanya adalah cicilan bunga utang dan pokoknya yang porsinya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Anehnya, pemerintah tidak pernah menuding utang ini sebagai biang kerok yang terus menggerogoti keuangan negara, bahkan terkesan berusaha menutupinya. Sementara subsidi energi senantiasa dijadikan kambing hitam sebagai elemen yang memboroskan APBN, padahal itu untuk energi perekonomian rakyatnya. Mungkin saja karena hal itu merupakan bagian ’pengabdian’ pemerintah kepada para rentenir raksasa seperti IMF, World Bank, ADB, dan sebagainya.

Kedua, menurut pemerintah, kebijakan menaikkan harga BBM merupakan langkah untuk menghemat keuangan negara yang nantinya akan dimanfaatkan untuk pembiayaan pembangunan. Alasan ini juga tidak sesuai dengan fakta, karena berbagai mata anggaran pemerintah tidak mencerminkan upaya penghematan tersebut. Pemerintah berbicara penghematan kalau menyangkut masalah subsidi bagi rakyat, tapi menganggap wajar penggunaan anggaran untuk renovasi istana yang mencapai Rp 72,8 milyar. Ditambah lagi anggaran untuk DPR, yaitu perawatan gedung yang mencapai 500 milyar, renovasi ruang rapat Anggota Banggar 20 milyar, papan selamat datang 4.8 milyar, renovasi tempat parkir motor 3 milyar, renovasi toilet 2 milyar, bahkan pembuatan Kalender 2012 yang bergambar Ketua DPR Marzuki Alie mencapai biaya 1,3 milyar rupiah. Semua anggaran tersebut sama sekali tidak bersentuhan dengan kepentingan rakyat, tetapi sekedar sebagai sarana mewah bagi segelintir elite. Sehingga sulit untuk mengatakan bahwa pemerintah memiliki empati dan kepedulian terhadap rakyatnya yang saat ini sedang terhimpit secara ekonomi.

Ketiga, pemerintah juga memberikan alasan bahwa dengan menaikkan harga BBM bersubsidi sangat tepat dilaksanakan. Karena dengan begitu, alokasi subsidi diharapkan bisa tepat sasaran dengan melakukan program penjaminan sosial atau biaya kompensasi. Anehnya penghematan anggaran dengan menaikkan harga BBM menjadi Rp. 6.000,- ini mencapai Rp 41 triliun, berdasarkan keterangan Menteri Enegri Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Selasa (13/3/2012). Padahal, besaran biaya perlindungan sosial atau biaya kompensasi mencapai 39,3 Triliun. Dengan rincian, Rp 25,6 triliun untuk program BLSM(Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) selama 9 bulan. Kemudian Rp 5 triliun untuk transportasi, Rp 3,4 triliun tambahan beasiswa, dan Rp 5,3 triliun  untuk beras Raskin yang ditambahkan untuk bulan ke-13 dan bulan 14.
Bias dilihat, jumlah yang dihemat hampir sebanding dengan biaya kompensasi. Lalu untuk apa pemerintah repot-repot menaikkan harga BBM? Apalagi kompensasi tersebut hanya sementara dan tidak semua masyarakat yang terkena dampak kenaikan BBM mendapat kompensasi. Padahal, dampak buruk kenaikan BBM bersifat permanen dan terus berlanjut mendera masyarakat. Jika pemerintah sudah tahu dan sadar kebijakan itu akan menyusahkan masyarakat, dan jumlah yang dihemat pun habis untuk kompensasi, lalu sebenarnya untuk kepentingan siapa kebijakan kenaikan BBM ini? Yang jelas, bukan demi rakyat sebab rakyat hampir dipastikan akan makin susah. Dimana hubungannya bahwa subsidi ini bisa membuat lemah fiskal negara. Dimana hubungannya adanya subsidi BBM ini berakibat pada berkurangnya belanja-belanja modal, biaya kesehatan terpotong, biaya pendidikan terpotong, biaya infrastruktur irigasi pedesaan terpotong. Yang pasti semua pernyataan-pernyataan pemerintah ini sudah mengandung kebongan publik.
Mengabdi pada Asing

Sebenarnya argumentasi paling logis dari kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi adalah karena pemerintah memang ingin ’menyempurnakan’ target kebijakan ekonomi kapitalismenya, yaitu mencabut berbagai subsidi bagi rakyat. Pencabutan subsidi BBM itu adalah salah satu hasil kesepakatan dalam pertemuan puncak 21 kepala negara anggota APEC di Honolulu, Hawai, Amerika Serikat dan pertemuan G-20 di Prancis tahun lalu. Inilah sebenarnya alasan utama kenapa pemerintah sangat ’bergairah’ untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Lebih dari itu, menaikkan harga BBM bersubsidi merupakan satu bagian integral dari paket kebijakan liberalisasi migas yang menjadi amanat UU No. 22/2001 yang dikomandani oleh IMF melalui LoI.

Menaikkan harga BBM bersubsidi juga sebagai jalan untuk membuka pasar bagi perusahaan minyak asing yang memiliki stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) seperti Total, Shell, dan Petronas. Karna selisih harga BBM yang dijual di SPBU swasta terutama asing tidak terlalu tinggi. Dengan begitu, akan makin banyak pengguna kendaraan yang beralih membeli BBM di SPBU-SPBU Asing.
Historis Liberalisasi Migas
 Hal yang perlu dicermati dari kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM adalah karena liberalisasi migas (minyak dan gas). Liberalisasi ini tidak berdiri sendiri. Ada asing, legalisasi UU, dan didukung Peraturan Presiden (perpres). Sehingga ini adalah sikap bunuh diri politik dan ekonomi. Ujung-ujungnya rakyat jadi korban dan pengabaian kewajiban pemerintah.
Liberalisasi di Indonesia terjadi semenjak Orde Baru. Hal ini ditandai kedatangan investor asing yang mengeksplorasi Sumber Daya Alam (SDA). Liberalisasi juga dilakukan dalam pertambangan dan pengilangan minyak. Untuk mengamankan investasi di Indonesia, investor asing mengajukan beberapa persyaratan. Misalnya terkait dengan kebijakan yang dilegalisasikan dalam Undang-undang (UU).
Sistem demokrasi yang diemban negeri ini akhirnya banyak menjadikan UU tidak pro-rakyat. Semua disesuaikan dengan kebutuhan yang meminta (asing) dan asalkan menguntungkan pemerintah.  Sebut saja UU SDA, UU Migas, UU Penanaman Modal Asing, dan lainnya. Ini bentuk pengabaian.
Terkait dengan kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan buah kebijakan dari UU Migas No. 22 tahun 2001. UU tersebut sebagai landasan hukum pembaharuan dan penataan kembali usaha migas. Mengingat UU Prp. No.44 Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan UU No.8/1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.tidak relevan.  Jika demikian UU Migas No. 22 tahun 2001 adalah pangkal liberalisasi migas. Kebijakan itu dikuatkan oleh Perpres No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasioanl Pasal 3c. Selanjutnya kebijakan tersebut diimplementasikan dalam blue print Pengembangan Energi Nasional 2006-2005 Kementrian ESDM.

Kegagalan Kebijakan
Berikut beberapa kutipan isi UU Migas No. 22 tahun 2001:
“Menjamin  efektivitas  pelaksanaan  dan  pengendalian  usaha  Pengolahan,  Pengangkutan, Penyimpanan,   dan   Niaga   secara   akuntabel   yang   diselenggarakan   melalui   mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan(Pasal 2).
“Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh: badan usaha milik negara; badan usaha milik daerah; koperasi; usaha kecil; badan usaha swasta (Pasal 9).”

Jika pasal tersebut dianalisis maka negara hanya sebagai regulator. Investor asing yang dulu hanya di hulu (eksplorasi) kini bisa di hilir dengan membuka SPBU asing. Keberadaan negara sebagai pemilik dan pengelola migas pun dikebiri. UU Migas juga menjadikan seluruh kegiatan usaha migas baik hulu maupun hilir semata berdasarkan pada mekanisme pasar. Selain pasal di atas ternyata pasal-pasal lain akan menjadikan harga BBM sama dengan harga pasar dan sangat menguntungkan asing. Inilah bukti diadopsinya demokrasi liberal dan ekonomi kapitalisme.
UU Migas No. 22 tahun 2001 bukanlah inisiatif pemerintah. Ada asing di baliknya. Representasi asing saat ini diwakili oleh para pemilik modal (pengusaha multinasional), lembaga keuangan dunia (IMF, USAID, World Bank), dan Amerika Serikat sebagai negara kapitalisme. Ketundukan pemerintah kepada asing adalah bukti konkrit ketika mereka menaiki jabatan pemerintahan. Karena dibantu oleh pemilik modal dan cengkraman negara kapitalisme. Inilah benang kusut sistem politik dan cerminan “negara gagal”.

Berikut pengakuan beberapa pihak IMF, World Bank, dan USAID:
”(pada sektor migas, Pemerintah berkomitmen: mengganti UU yang ada dengan kerangka yang lebih modern, melakukan restrukturisasi dan reformasi di tubuh Pertamina, menjamin bahwa kebijakan fiskal dan berbagai regulasi untuk eksplorasi dan produksi tetap kompetitif secara internasional, membiarkan harga domestik mencerminkan harga internasional). Memorandum of Economic and Financial Policies (LoI IMF, Jan. 2000):
“Utang-utang untuk reformasi kebijakan memang merekomendasikan sejumlah langkah seperti privatisasi dan pengurangan subsidi yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi belanja public, belanja subsidi khususnya pada BBM cenderung regresif dan merugikan orang miskin ketika subsidi tersebut jatuh  ke tangan orang kaya.” (Indonesia Country Assistance Strategy, World Bank, 2001):

USAID telah membantu pembuatan draft UU MIgas yang diajukan ke DPR pada Oktober 2000. UU tersebut akan meningkatkan kompetisi dan  efisiensi dengan mengurangi peran BUMN dalam melakukan eksplorasi dan produksi);Energy Sector Governance Strengthened (USAID, 2000).

(Pasang surutnya kemauan politik terhadap reformasi sektor energi akan menjamin penyesuaian terhadap tujuan ini. Oleh karena itu pengangkatan Direktur Utama Pertamina yang baru pada tahun 2000 yang berjiwa reformis dan berorientasi swasta [pasar] sangat mendukung kemajuan agenda reformasi tersebut.
Tahun 2001 USAID telah menyediakan dana sebesar US$ 850 ribu [Rp 8.5 miliar] untuk mendukung sejumlah LSM dan Universitas dalam mengembangkan program yang dapat meningkatkan kesadaran dan mendukung keterlibatan pemerintah lokal dan publik pada isu-isu sektor energi termasuk menghilangkan subsidi energi dan menghapus secara bertahap bensin bertimbal.

Pernyataan tersebut menunjukan bahwa sesungguhnya pemerintah ini disetir oleh asing untuk mengeruk dan menguasai migas di Indonesia. Inilah bukti bahwa sumber migas dijual kepada asing dan rakyat mati di negeri sendiri.
Menaikkan harga BBM bersubsidi sesungguhnya terpendam selama beberapa tahun yang lalu.Sebagaimana dalam Blue Print Pengembangan Energi Nasional 2006-2025 Kementerian ESDM: Program utama (1) Rasionalisasi harga BBM (dengan alternatif) melakukan penyesuaian harga BBM dengan harga internasional. (2) Road Map Pengurangan Subsidi BBM Kementerian ESDM.
Analisis mendalam ini membuktikan bahwa persoalan sesungguhnya di balik menaikkan harga BBM bersubsidi adalah kebijakan yang menyesatkan dan demi kepentingan Asing . Sudah menyesatkan, salah lagi. Jika ini terus dilanjutkan maka akan menimbulkan multi efek. Kehidupan sosial bertambah kacau, ekonomi bertambah berat, dan kepercayaan rakyat pada pemerintah akan turun. Akibat yang terbesar adalah rakyat akan menentukan hidupnya dengan caranya sendiri yang tidak akan diketahui siapa pun. Bisa jadi kekerasan, revolusi, dan kekejaman yang muncul dari sikap rakyat yang marah akibat kebijakan yang salah.

Dari sini bisa kita lihat, okonomi yang diambil bangsa kita mengadopsi sistem kapitalisme yang saat ini menuju neo-liberal. Terkait kebijakan menaikkan hargaBBM bersubsidi pemerintah ternyata lebih memilih kepentingan pasar. Belajar dari beberapa tahun lalu. Awal kenaikan BBM akan berefek domino. Kebijakan itu diikuti dengan kenaikan TDL, PDAM, dan lainnya. Hal ini yang akan menjadikan beban hidup rakyat bertambah berat. Terutama di kalangan ekonomi menegah ke bawah. Jika rencana kenaikan itu benar-benar terealisasi, maka peristiwa beberapa tahun lalu itu akan terjadi. Apa pun opsi yang diambil pemerintah untuk menaikan harga BBM, tetap akan berpengaruh di seluruh Indonesia.

Walhasil, selama masih mengambil sistem ekonomi kapitalisme-liberal maka rakyat akan dijadikan tumbal dari kerakusan sistem itu. Sehingga butuh solusi fundamental dan berkeadilan.

Fakta ini semakin menunjukkan bahwa Indonesia, salah satu negeri Muslim terbesar, sedang dijajah secara ekonomi oleh negara Kapitalisme dunia. Parahnya, para pemimpin di negeri ini justru rela menindas rakyatnya sendiri demi mengabdi pada negara penjajah.
Alternatif Solusi
Jika selama ini pemerintah berorientasi pasar, karena menerapkan sistem kapitalisme. Sehingga diperlukan solusi alternatif  terkait pengaturan Sumber Daya Alam (SDA). Berbeda dengan kapitalisme yang memandang bahwa SDA bisa dinikmati segelintir orang. Islam memandang bahwa SDA (Energi/Minyak-Gas) adalah milik umat sehingga harus dikelola oleh negara dan seluas-luasnya hasilnya diberikan kembali kepada rakyat. Rakyat bisa menikmatinya dengan gratis atau harga murah.
Selama pemerintah masih menyerahkan pada para kapitalis internasional dan pasar, maka Indonesia bersiap kejatuhan dalam krisis energi. Selanjutnya asing akan semakin rakus untuk mengeruk kekayaan alam. Maka Indonesia akan menjadi negeri yang terjajah dan rakyatnya mati di negeri sendiri.  Sungguh ironis.
Oleh karena itu, rakyat harus sadar dan menyelamatkan bangsa ini dengan sistem yang adil. Itulah syariah Islam yang berasal dari Sang Pencipta bumi dan seisinya yang diterapkan dalam bingkai Khilafah Rasyidah ala minhajin Nubuwah. Wallahu’alam bis showab.


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Publication's State - All Rights Reserved
Original Design by Creating Website Modified by Adiknya